PATI I Tradisi sedekah bumi yang seharusnya menjadi momen sakral penuh rasa syukur kini dinodai dengan fenomena sound horeg berdaya besar.
Padahal, Pemerintah Kabupaten Pati dan Polresta Pati sudah menerbitkan surat edaran larangan penggunaannya. Namun sayangnya, masih banyak masyarakat yang mengabaikannya.
Agus Kliwir, tokoh masyarakat sekaligus CEO PT. MNS Grub Pers, PT. SMGC dan Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI) kembali angkat bicara soal maraknya pelanggaran tersebut.
Ia menyebut kondisi ini sebagai bentuk penyimpangan nilai budaya yang harus segera dibenahi.
“Sedekah bumi itu simbol syukur, bukan kompetisi siapa punya sound lebih besar. Kita harus kembali ke nilai-nilai asli budaya,” kata Agus Kliwir kepada detikdeadline.com, Rabu (28/5/25).
Menurutnya, suara bising yang dihasilkan oleh sound horeg tidak hanya merusak suasana, tetapi juga menghilangkan esensi dari perayaan sedekah bumi.
“Banyak warga yang terganggu, terutama lansia dan anak-anak. Bahkan tidak sedikit terjadi keributan karena musik disetel hingga dini hari,” lanjutnya.
Agus Kliwir juga menyinggung soal aparat desa yang terkesan membiarkan, atau bahkan ikut mendukung penyewaan sound besar.
Dia menekankan, ini soal tanggung jawab moral, bukan sekadar administratif. Kapolresta AKBP Jaka Wahyudi menambahkan, bahwa pelanggaran edaran akan dikenai sanksi.
Dalam arahannya, ia berharap peran serta masyarakat untuk mengontrol dan mengingatkan satu sama lain.
Agus Kliwir pun mengajak pemuda desa untuk menjadi ujung tombak perubahan. “Karang taruna jangan hanya aktif pas ada lomba. Jadilah pengawal nilai-nilai sosial dan budaya,” serunya.
Ia menambahkan, ke depan perlu ada forum musyawarah desa yang membahas format hajatan atau tradisi lokal agar sesuai dengan norma yang berlaku.
“Dengan begitu, kita tak hanya menjaga ketertiban, tapi juga warisan budaya,” pungkasnya.(red)












