JAKARTA, Detikdeadline.com I Pertikaian antar anak di bawah umur sering kali terjadi dalam kehidupan sehari – hari. Seperti konflik ini bisa timbul dari perbedaan pendapat, emosi yang tidak terkendali, atau sekadar kesalahpahaman.
Namun, ketika konflik tersebut dibawa ke ranah hukum, dampaknya dapat merugikan perkembangan emosional dan psikologis anak.
Di dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), telah mengatur bahwa anak yang berkonflik dengan hukum harus diperlakukan secara khusus.
Pendekatan restorative justice menjadi landasan utama dalam penanganan kasus yang melibatkan anak di bawah umur.
Restorative justice mengutamakan pemulihan hubungan, mediasi dan edukasi dari pada hukuman.
Dalam kasus pertikaian antara sesama anak, langkah terbaik adalah mengedepankan pendekatan kekeluargaan.
Dengan dialog yang melibatkan keluarga, tokoh masyarakat dan pendamping seperti konselor atau psikolog anak.
Maka dengan adanya konflik dapat diselesaikan secara damai melalui pendekatan ini tidak hanya mencegah stigma bagi anak, tetapi juga membuka peluang untuk memperbaiki hubungan sosial mereka.
Pentingnya restorative justice terletak pada upaya untuk melindungi masa depan anak”, kata Ketum, Fuad Dwiyono di dampingi Agus Kliwir selaku Sekjen Rumah Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (RPPAI) di hadapan media, Minggu (24/1124).
Kedepan anak – anak adalah subjek yang sedang berkembang, bukan objek hukum diproses.
Dengan adanya memberi mereka ruang untuk belajar dari kesalahan, kita membantu menciptakan generasi yang lebih baik dan bertanggung jawab.(red)